Senin, 28 Maret 2016

Makalah Sejarah Jurnalistik Foto


KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling indah selain memanjatkan puji dan syukur  kehadirat Allah SWT karena atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga rangkaian penulisan makalahini dapat terselesaikan walaupun dalam bentuk yang sederhana serta masih banyak terdapat kekurangan. Penulisan makalah ini sebagai tugas saya sebagai mahasiswa/mahasiswi. Dalam penulisan makalah ini banyak hambatan dan kesulitan yang dihadapi, namun atas bimbingan dan rahmat Allah SWT, dorongan, tekad dan kemauan yang keras sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam kesempatan ini, secara khusus dengan hati yang sangat tulus ikhlas dan penghargaan yang tak terhingga, ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada ke dua orang tua saya yang telah melahirkan, mengasuh, mendidik, membesarkan, serta melimpahkan cinta dan kasih sayangnya dengan segenap penuh keikhlasan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dengan kerendahan hati, kamimengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu selama penyelesaian makalah ini. Semoga dapat bermanfaat dan senantiasa mendapatkan Ridho Allah SWT, Amin…..

Kendari,    Maret 2016

     
                                                                                                                   Muh. Harianto






BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Foto jurnalistik sebagai produk jurnalistik memang tak setua jurnalistik tulis. Ia berakar dari fotografi dokumenter setelah teknik perekaman gambar secara realis ditemukan. Embrio foto jurnalistik muncul pertama kali pada Senin 16 April 1877, saat suratkabar harian The Daily Graphic di New York memuat gambar yang berisi berita kebakaran hotel dan salon pada halaman satu. Terbitan ini menjadi tonggak awal adanya foto jurnalistik pada media cetak yang saat itu hanya berupa sketsa.
Karena memotret membutuhkan keahlian khusus dan waktu lama, maka fotografer saat itu adalah seorang seniman. Kadang fotografer tidak bekerja sendirian, ia harus dibantu seorang asisten untuk membawa perlengkapan. Ia juga dibantu seorang drafter yang membuat sketsa salinan foto ke dalam plat cetakan mesin press.
Tahun 1891 surat kabar harian New York Morning Journal memelopori terbitan suratkabar dengan foto yang dicetak menggunakan halftone screen, perangkat yang mampu memindai titik-titik gambar ke dalam plat cetakan. Pada tahun 1897—saat mesin cetak semakin canggih dibuat—halftone photographs mampu dicetak dengan cepat secara massal. Kemudian fotografi dalam media cetak semakin populer.
Terbitan The Daily Graphic yang memuat gambar terpaut lebih dari setengah abad sejak Louis J.M. Daguerre yang berkebangsaan Prancis pada 19 Agustus 1839 mengumumkan hasil eksperimen fotografinya. Setelah muncul di koran, fotografi—yang kala itu juga menjadi pertentangan apakah sebagai produk seni—terus berkembang. Kemajuan pesat fotografi tercatat pasca-tahun 1884 setelah George Eastman menciptakan film (setara ISO 24 saat ini). Kemudian kamera boks pada 1888 yang diproduksi besar-besaran melalui perusahan Kodak Eastman-nya.
1.2  Rumusan Masalah
a.       Menjelaskan Sejarah Jurnalistik Foto Di Dunia
b.      Menjelaskan sejarah jurnalistik Foto Di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Jurnalistik
Jurnalistik adalah prosese perencanaan, pencarian, pengumpulan, penyuntingan atau pengeditan dan penyebar luasan suatu berita melalui media meanstrim. Jurnalistik foto adalah ilmu yang mempelajari tentang cara mengambil foto menggunakan sebuah kamera. Foto jurnalistik adalah gambar yang dihasilkan oleh kamera yang mengandung sebuah informasi tentang sebuah peristiwa yang bernilai berita yang didukung dengan sebuah keterangan informasi 5 W + 1 H ( What, Who, Where, When, Why + How ).
2.2 Sejarah Jurnalistik Foto
A. Sejarah Jurnalistik Foto di Dunia
                  Foto jurnalistik sebagai produk jurnalistik memang tak setua jurnalistik tulis. Ia berakar dari fotografi dokumenter setelah teknik perekaman gambar secara realis ditemukan. Embrio foto jurnalistik muncul pertama kali pada Senin 16 April 1877, saat suratkabar harian The Daily Graphic di New York memuat gambar yang berisi berita kebakaran hotel dan salon pada halaman satu. Terbitan ini menjadi tonggak awal adanya foto jurnalistik pada media cetak yang saat itu hanya berupa sketsa..
Tahun 1891 surat kabar harian New York Morning Journal memelopori terbitan suratkabar dengan foto yang dicetak menggunakan halftone screen, perangkat yang mampu memindai titik-titik gambar ke dalam plat cetakan. Pada tahun 1897—saat mesin cetak semakin canggih dibuat—halftone photographs mampu dicetak dengan cepat secara massal. Kemudian fotografi dalam media cetak semakin populer.
Sifat alami manusia rupanya tertarik pada gambar. Grafis pada suratkabar menjadi daya tarik pembaca bahkan ketika era visual belum dimulai. Saat sajian foto secara banal hanya bisa dinikmati lewat produk percetakan, perkembangan foto jurnalistik bergantung pada kemajuan teknologi mesin cetak.
DG1877Terbitan The Daily Graphic yang memuat gambar terpaut lebih dari setengah abad sejak Louis J.M. Daguerre yang berkebangsaan Prancis pada 19 Agustus 1839 mengumumkan hasil eksperimen fotografinya. Setelah muncul di koran, fotografi—yang kala itu juga menjadi pertentangan apakah sebagai produk seni—terus berkembang. Kemajuan pesat fotografi tercatat pasca-tahun 1884 setelah George Eastman menciptakan film (setara ISO 24 saat ini). Kemudian kamera boks pada 1888 yang diproduksi besar-besaran melalui perusahan Kodak Eastman-nya..
Pada 1890an Jimmy Hare, asal Inggris meliput perang Spanyol-Amerika sampai akhir Perang Dunia I dengan dua kamera yang ditenteng menyerupai tas jinjing dengan berbungkus kulit. Foto-fotonya diIllustrated American dan mingguan Collier’s Weekly meletakkan dasar-dasar kerja seorang jurnalis foto.
Perkembangan foto jurnalisik sampai pada era foto jurnalistik modern yang dikenal dengan “golden age” (1930–1950). Saat itu terbitan seperti Sports Illustrated, The Daily Mirror, The New York Daily News, Vu,dan LIFE menunjukkan eksistensinya dengan tampilan foto-foto yang menawan. Di era itu muncul nama-nama jurnalis foto seperti Robert Capa, Alfred Eisenstaedt, Margaret Bourke-White, David Seymour dan W. Eugene Smith. Lalu ada Henri Cartier-Bresson dengan gaya candid dan dokumenternya.
Cartier-Bresson, bersama Robert Capa, David Seymour, dan George Rodger kemudian mendirikanMagnum Photos pada 1947. Magnum adalah agensi foto berita pertama yang menyediakan foto jurnalistik dari berbagai isu dan belahan dunia. Para pendirinya yang “alumni” LIFE kemudian membagi area kerja; Afrika dan Timur Tengah, India dan Cina, Eropa, serta Amerika.
Selain Magnum di era golden age ada agensi Black Star yang dimotori Ernest Mayer untuk menyuplai LIFE(yang saat itu hanya memiliki empat jurnalis foto). Lalu ada Farm Security Administration (FSA) dengan foto potret yang legendaris karya fotografer Dorothea Lange, ibu dengan anaknya yang menggambarkan secara kuat depresi Amerika tahun 1930an.
Istilah foto jurnalistik dipopulerkan oleh Prof. Clifton Edom di AS tahun 1976 dengan bukunya “Photojournalism, Principles and Practices” dan lewat kuliah yang diampunya di Universitas Missouri.

B. Sejarah Jurnalistik Foto Jurnalistik Di Indonesia
Di Tanah Air, fotografi ditengarai masuk tahun 1841 oleh Juriaan Munich, seorang utusan kementerian kolonial lewat jalan laut di Batavia. Lalu kita mengenal nama Kassian Cephas, seorang pribumi anak angkat pasangan Belanda dengan foto pertamanya yang diidentifikasi bertahun 1875.
Sejarah foto jurnalistik Indonesia diwakili kantor berita Domei, suratkabar Asia Raya, dan agensi fotoIndonesia Press Photo Service (IPPHOS).
Berbeda dengan Kassian Cephas yang cenderung mooi indie, ada nama juru foto H. M. Neeb dengan karyanya yang fenomenal kurun 1904 tentang perang Aceh. Satu foto Neeb memperlihatkan barisan tentara kolonial berdiri di atas benteng bambu dengan mayat-mayat bergeletakan di tanah. Tanpa kehadiran Neeb tak ada kesaksian perang Aceh melawan kolonial.
Saat kedatangan Jepang pada 1942 dalam misi penjajahan, munculah kantor berita Domei sebagai alat propaganda. Sebagian tugas fotografer adalah merekam situasi politik saat itu untuk kantor berita milik Jepang ini. Alexius “Alex” Mendur adalah kepala desk foto.
Alex Mendur, Frans Soemarto Mendur—yang sebelumnya bekerja untuk Asia Raya, JK Umbas, FF Umbas, Alex Mamusung, dan Oscar Ganda kemudian mendirikan IPPHOS pada 2 Oktober 1946 di Jakarta. Saat ibukota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta Frans Mendur memimpin biro foto di sana. Foto hasil reportase Frans dititipkan melalui pilot yang terbang ke Jakarta.
Foto-foto Alex dan Frans yang dibuat kurun 1945 menjadi koleksi IPPHOS. Foto yang paling fenomenal adalah imaji proklamasi 17 Agustus 1945 karya Frans Mendur.
Bulan Agustus di tahun 1945 mencekam. Tentara Heiho bersenjata masih berpatroli di jalanan Jakarta. Subuh di bulan Ramadhan tanggal 17 Agustus, dua bersaudara Alex dan Frans membawa kamera menuju kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56. Mereka berangkat karena mendengar informasi adanya peristiwa penting terkait perjuangan.
Akhirnya pada sekira pukul 10.00 proklamasi yang teramat penting itu terekam dalam lembaran film. Tentara Jepang yang mengetahui pendokumentasian proklamasi berhasil merampas kamera Alex Mendur. Kemudian menghancurkan pelat-pelat negatif. Namun Frans lebih beruntung dan sempat menyembunyikan negatif karyanya. Ia menanam film-film itu di bawah pohon di halaman kantor Asia Raya. Saat tentara Jepang menggeledahnya ia mengaku filmnya telah dirampas Barisan Pelopor. Ketika keadaan berangsur aman Alex dan Frans mencuri-curi kesempatan untuk mencetak foto itu di kamar gelap Kantor Berita Domei.
Meski berita proklamasi kemerdekaan itu tersiar di suratkabar esok harinya tapi foto proklamasi baru dimuat pada Februari 1946 di harian Merdeka. Kelak film bersejarah ini hilang dan hanya menyisakan lembar foto cetak.

IPPHOS merekam semangat dan pergolakan politik Indonesia dalam upaya mencapai kemerdekaan (1945-1949), itulah mengapa foto-foto IPPHOS banyak digunakan sebagai arsip visual sejarah. Dalam waktu tiga bulan saja setelah proklamasi Alex dan Frans tercatat membuat tak kurang 2.500 foto.
Pada era revolusi tercatat beberapa fotografer asing memotret penggalan cerita di dalam negeri. Di antaranya adalah Cas Oorthuys dan Henri-Cartier Bresson. Cas adalah fotografer Belanda berlatar arsitek yang datang untuk proyek pengerjaan buku foto. Sedangkan Bresson adalah fotografer kamerad yang saat itu berkarya di Magnum.
Kini seiring lompatan teknologi yang canggih foto jurnalistik pun mengalami kemajuan yang pesat. Peralatan fotografi yang ringan memungkinkan jurnalis foto menjangkau tempat-tempat sulit dan jauh. Kamera dan lensa yang cepat memungkinkan untuk memotret aksi dan rentetan kejadian dengan sekejap. Alat pencahayaan tambahan berupa flash yang pintar juga membuat foto menjadi lebih sempurna bahkan di lorong-lorong gelap.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Jurnalistik adalah prosese perencanaan, pencarian, pengumpulan, penyuntingan atau pengeditan dan penyebar luasan suatu berita melalui media meanstrim. Jurnalistik foto adalah ilmu yang mempelajari tentang cara mengambil foto menggunakan sebuah kamera. Foto jurnalistik adalah gambar yang dihasilkan oleh kamera yang mengandung sebuah informasi tentang sebuah peristiwa yang bernilai berita yang didukung dengan sebuah keterangan informasi 5 W + 1 H ( What, Who, Where, When, Why + How ).

Istilah foto jurnalistik dipopulerkan oleh Prof. Clifton Edom di AS tahun 1976 dengan bukunya “Photojournalism, Principles and Practices” dan lewat kuliah yang diampunya di Universitas Missouri.



DAFTAR PUSTAKA
http://www.1000kata.com/2014/07/sejarah-foto-jurnalistik/ 
Rambey, Arbain, “Foto Jurnalistik Oleh Arbain Rambey ” http://kultuit.tumblr.com/  (1 Maret 2013)
Mengenal Jenis Foto di Media”  dan “Kategori dalam Foto Jurnalistikhttp://www.suryaonline.co(1 Maret 2013)
Taqur, Firman, “Pengantar Jurnalistik” https://docs.google.com(1 Maret 2013)
Wijaya,Abadi,  “Foto Jurnalistik”, modul Foto Jurnalistik dan Penulisan Berita pada pelatihan di UKM Jhepret Club Fotografi.
Putra, Nedi, (2010) “Fotografi Jurnalistik”, modul Foto Jurnalistik dan Penulisan Berita pada pelatihan di UKM Jhepret Club Fotografi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar